Sunday, January 25, 2009

Mulai kuliah ....pintu menuju pergaulan international

Selesai sekolah, aku ingin sekali kuliah bahasa Jerman. Karena aku merasa aku berbakat belajar bahasa asing. Aku tidak mau memaksakan diri memilih suatu bidang study dimana aku mendapatkan gelar tetapi kemudian hari tidak bisa kumanfaatkan, alias jadi ibu rumahtangga aja. Karena aku type pekerja keras. Menurutku, kalau mempelajari bahasa asing sangat banyak peluang kerja.
Maka aku memilih bidang study Sastra Jerman di IKIP Medan, dan aku tidak lulus! Aku sangat jengkel! Nggak ngerti aku sistem pendidikan di Indonesia ini! Kalau kita ikut tes untuk mengambil bidang study bahasa Jerman, seharusnya yang diuji itu kemampuannya dalam bidang bahasa asing! Masa sih yang diuji Matematika???? Belum tentu yang jago Matematika itu berbakat dalam bidang bahasa. Kalau dia mau ambil bidang study Teknik, ya ujilah dia di bidang IPA. Makanya kita sampai sekarang susah maju. Terlalu banyak aturan, tapi hasilnya apa? Aku heran, para petinggi kita banyak lulusan luar negeri. Masa sih mereka nggak bisa ambil yang positifnya dan terapkan di Indonesia???
Aku dapat info bahwa di USU (Universitas Sumatra Utara) ada program extension, yaitu program study D-3 yang diadakan sore hari, dan di bawah naungan USU. Katanya disana ada bidang study bahasa Inggris. Karena bagiku yang penting aku ingin kuliah bahasa asing.
Maka aku pergi ke sana untuk mendaftar. Ketika aku antri di loket pandaftaran, aku melihat loket lain yaitu Sastra Jepang dan Pariwisata. Wah, Pariwisata bidang yang menarik juga dan wajib menguasai bahasa asing. Aku berpikir, Pariwisata ini malah lebih bagus lagi. Aku bisa bekerja di hotel sekalian mempraktekkan bahasa Jerman-ku. Tanpa pikir panjang aku pindah loket dan mendaftar di jurusan Pariwisata. Kemudian ada tes dan aku lulus. Awalnya aku tidak memberitahukan orangtuaku, karena menurutku aku sendiri yang tahu apa yang terbaik bagiku. Yang sesuai dengan kata hatiku, dan bukan kata hati orangtuaku. Ibuku nggak setuju, maka setahun kemudian ibuku menyuruhku ikut tes untuk mengambil bidang study Kedokteran Gigi. Aku bilang ke ibuku aku nggak lulus padahal aku tidak ikut tes.
Selama masa sekolah, aku sudah muak ditanyain terus sama teman2 bagaimana kehidupan dan sekolah di Jerman. Karena setiap orang yang kukenal bertanya maka aku juga sudah muak untuk menjelaskan. Bosan menceritakan yang itu-itu aja! Maka memulai masa kuliah aku tidak mau siapapun tahu bahwa aku pernah tinggal di Jerman. Aku mengaku seorang perantau dari Tarutung. Memang benar kok, orangtuaku kan masih tinggal di Tarutung.
Karena penampilanku dan aku anak kos, ya orang percaya aja aku nggak pernah kemana-mana. Makanya juga pergaulanku terbatas dengan anak-anak kos aja. Selama setahun keadaan berjalan begitu saja. Pada semester ke-3, aku memilih jurusan Tour & Travel karena bekerja di hotel kurang banyak tantangan, alias di hotel aja. Jadi pada semester ke-3 masuk seorang dosen baru, nama beliau Bapak Hazed Djoeli. Beliau manager Biro Perjalanan Nitour pada saat itu. Waktu pertama kali masuk, beliau membawa setumpuk pekejaan. Bukannya langsung belajar, tetapi beliau duduk di barisan paling belakang dan meminta kami satu-satu maju ke depan memperkenalkan diri, dan menceritakan mulai SD – SMA sekolah dimana. Itu mengada-ada, tetapi beliau butuh waktu untuk mengerjakan pekerjaannya maka kami diminta melakukan sesuatu yang konyol seperti itu.
Okay, aku bertekad akan menceritakan bahwa mulai SD aku di Tarutung. Tetapi ketika aku berdiri di depan dan memandang semua teman-teman kuliah, dan Pak Hazed Djoeli, aku tidak mampu untuk berbohong. Aku menceritakan bahwa aku menyelesaikan SD dan SMP di Jerman dan SMA di Medan. Teman-teman kuliahku mulai cekikikan dan bisik-bisik. Aku tahu mereka tidak percaya. Melihat penampilanku sehari-hari siapa juga yang percaya bahwa aku pernah tinggal di Jerman. Mereka berpikir kalau pernah tinggal di luar negeri akan bergaya glamour. Wah, salah besar. Malah sebaliknya, soalnya di Jerman sehari-hari mereka tidak glamour. Jadi teman-temanku berpikir bahwa aku bercanda. Aku sempat juga merasa tersinggung. Tetapi Pak Hazed Djoeli justru menghentikan perkerjaannya dan meminta padaku untuk berbicara beberapa kalimat bahasa Jerman. Dan aku melakukannya. Semua di ruang kuliah terdiam memandangku. Pak Hazed bilang agar aku menjumpainya setelah kuliah selesai.
Beliau menawariku bekerja sebagai guide bahasa Jerman. Kata beliau, guide bahasa Jerman lulusan dalam negeri banyak tetapi lulusan luar negeri sangat sedikit. Maka mulailan teman-teman kuliah memperhitungkan aku. Pergaulanku meningkat. Aku berteman dengan teman-teman dari kelompok yang punya.
Di kemudian hari aku memang kuliah sambil bekerja sebagai guide. Pekerjaan yang sangat menyenangkan. Dimana kita bisa jalan-jalan gratis, mengenal berbagai karakter manusia dari Jerman, Austria dan Swiss. Dan ....dapat honnor yang lumayan pula.

0 comments:

Post a Comment