Bagi orang asing hidup di Jerman bisa sulit tetapi bisa juga mudah. Kita akan mengalami kesulitan berbaur dengan orang Jerman kalau kita tidak membuka diri dan tidak menyesuaikan diri. Namanya kita datang ke negara mereka, masa mereka yang harus menyesuaikan diri dengan kita??? Tetapi kalau kita membuka diri, mereka akan cepat menerima kita, kok.
Dari awal aku sudah mengalami kesulitan. Aku agak terasing, sama dengan orang-orang asing lainnya seperti dari Turki dan Italia. Orangtuaku selalu bilang, kita hanya sementara di Jerman, jadi ambil kesempatan untuk bergaul dengan orang Jerman. Ya, aku memang mau ambil kesempatan itu. Lagipula, kalau aku tidak bergaul dengan mereka, bahasa Jerman-ku tidak akan maju.
Aku ingin bergabung dengan mereka, bukan sekedar bergabung, tetapi masuk ke dalam suatu geng yang populer. Pada saat itu lagi trend „Popper“. Itu potongan rambut pendek dengan poni menutupi setengah wajah. Terus celana panjang, di bagian paha longgar, bagian bawah mengecil. Mereka juga suka ngumpul dan merokok di kamar mandi.
Aku kebalikan dari mereka. Aku polos dan tidak gaya. Akhirnya aku bertekad meniru mereka dengan harapan akan diterima di kelompok mereka.
Pertama, aku pergi ke salon agar rambutku bergaya „Popper“. Terus aku mulai mengubah gaya berpakaianku dengan lebih modis. Dan terakhir, aku belajar merokok! Aku belajar merokok di depan cermin. Selama berhari-hari.Aku tahu ini tidak pantas ditiru, tapi pada saat itu aku masih berusia 13 tahun. Ingin membuktikan diri, walaupun itu tidak selalu baik.
Tibalah saatnya aku tampil baru. Mula-mula mereka tidak terlalu memperhatikan. Siapa sih yang mau memperhatikan orang Asia dengan hidung pesek?? Pada jam istirahat, aku masuk kamar mandi dan ikut merokok. Kamar mandi disana itu bersih, makan snack pun di kamar mandi nggak apa2. Akhirnya mereka perhatikan juga, dan lambat laun aku diterima. Aku berubah menjadi seorang gadis yang diperhitungkan.
Apalagi aku mempunyai bakat yang tidak mereka miliki, yaitu menyanyi dan menari. Sebenarnya sih aku nggak bagus-bagus amat untuk ukuran Indonesia, tetapi untuk ukuran mereka yang kebanyakan nyanyi-nya fals dan tubuh nggak lentur untuk menari, aku masih di atas angin. Apalagi kalau soal menyanyi, guru Musik kami pernah memintaku di kelas menyanyikan „Woman in love“ milik Barbara Streisand. Semua di dalam kelas tediam. Terus aku juga pernah jadi koreografer ketika ada pesta sekolah dan para orangtua diundang. Pokoknya aku mulai diperhitungkan. Dengan demikian bahasa Jerman-ku semakin lancar karena pergaulanku dengan mereka.
Aku memang suka belajar bahasa Jerman. Ada kegiatan ekstra kurikuler bahasa Jerman, dan hanya sedikit sekali yang ambil kurikulum ini, termasuk aku. Makanya aku dapat nilai 10 dalam pelajaran bahasa Jerman, mengalahkan orang Jerman sendiri. Karena itu, gereja tempat bapak bertugas memberiku beasiswa selama 6 tahun sesudah aku pulang ke Indonesia.
Begitulah, kalau tinggal di negeri orang, bukalah diri. Bukan harus menerima semua budaya mereka. Setiap hari kita selalu mendengar : Jangan tiru budaya Barat! – Memang benar, jangan tiru. Maksudnya, jangan tiru yang buruknya, tirulah yang baiknya. Satu hal yang kuperhatikan dari mereka, etika mereka tinggi dan menghargai orang lain serta memberikan penghargaan terhadap karya orang lain. Lagipula, marilah kita menyadari, kita diberikan kesempatan menghirup udara di negara mereka, menggunakan air, dan memijak tanah mereka. Marilah kita menyesuaikan diri dengan mereka. Kalau kita hanya tahunya menghujat orang Barat, kenapa anak-anak kita sekolah disana, kenapa kita menggunakan produk-produk mereka. Kenapa kita mempelajari Matematika, Fisika, Kimia, Bilogie dan masih banyak lagi yang lain, yang merupakan hasil pemikiran cemerlang orang-orang Barat? Tanpa mereka Indonesia ini akan jadi apa? Semua teknologie canggih ini hasil karya mereka. Marilah kita renungkan!
0 comments:
Post a Comment