Wednesday, February 4, 2009

Hidup di perkebunan - ngerumpi!

Hidup di perkebunan tidak selalu indah. Yang pasti ada rasa jenuh. Tiap bangun pagi kita memandang keluar jendela, yang nampak adalah pohon-pohon kelapa sawit. Apalagi para staff dan keluarga tinggal di kompleks perumahan yang sama, dimana kita lihat setiap hari orang-orang yang sama. Itu juga bisa menimbulkan kejenuhan.
Para suami sibuk bekerja. Terus, apa yang dilakukan para istri? Apalagi kalau bukan ngerumpi! Tapi eittttt, tunggu dulu. Bayangkan kalau tidak ada kegiatan di rumah. Mau mengerjakan pekerjaan rumah tangga, ada si Inem yang dibayar oleh perusahaan. Rugi dong kalau tidak dimanfaatkan. Terus mau ngapain? Ada orang yang mempunyai berbagai hobby, dia betah di rumah seharian, seperti menonton acara TV yang bermutu, membaca buku dan majalah, main Computer dll. Semua hobby itu bisa mengikat kita di rumah. Tapi suatu saat timbul juga rasa jenuh, akhirnya mencari pelarian : ngerumpi!
Makanya kalau tidak punya hobby yang bermanfaat, ya bisa gawat. Karena hobby itu bisa membuat kita menambah wawasan dan menjaga pikiran kita tetap segar. Makanya ada orang yang nggak punya hobby sama sekali, dan aku tidak habis pikir melihat orang seperti itu.
Aku bisa betah seharian di rumah. Dalam arti kalau jadwal mengajarku dimulai jam 18.00. Banyak sekali yang bisa kulakukan, selain internetan (setiap hari aku harus online selama 4 jam untuk keperluan pekerjaanku), aku juga banyak membaca, kebanyakan dalam bahasa Jerman. Itu disambung lagi pada tengah malam. Walaupun aku sudah ngantuk, aku tidak bisa tidur kalau tidak membaca. Maka sebelum tidur, aku sediakan waktu membaca selama 30 menit. Aku pasang kaset musik, jadi kalau side A sudah habis, aku berhenti membaca. Tapi kasetnya kulanjutkan ke side B, sebagai pengantar tidurku.Saat ini yang kudengarkan tiap malam sebagai pengantar tidurku adalah "Il Divo". Wah romantis banget! Itu tentunya kulakukan karena nggak ada suami di samping. Kalau dia ada, aku tidak perlu membaca, karena dia bisa membuatku tidur ......heheheheh. Kadang, untuk menghabiskan waktu di rumah aku juga menonton TV, tetapi acara-acara seperti Oprah di Metro, di Starworld Ellen Degeneres, Friends. Itu kalau di pagi hari. Jadi dengan begitu saja waktu sudah habis. Maka aku tidak punya waktu untuk bersosialisasi. Karena lebih banyak menyakitkan. Lebih baik membatasi diri agar terhindar dari sakit hati.
Nah, waktu masih di perkebunan, aku belum punya pekerjaan. Jadi walaupun ada hobby, tapi tidak seimbang, makanya kadang-kadang pelarian : ngerumpi!
Ngerumpi itu sah-sah saja, asalkan dalam porsi yang cukup dan benar. Bisa jadi menambah wawasan dan bisa belajar dari pengalaman orang lain.
Tetapi kebanyakan ngerumpi itu tidak sehat. Masing-masing mulai menceritakan kemesraan suami istri di rumah. Ada istri yang mendapati bahwa ternyata suaminya tidak mesra kepada dirinya, setelah mendengar kemesraan orang lain. Saat suaminya pulang makan siang, nah si istri mulai menyatakan ketidakpuasannya kepada suaminya. Padahal suaminya mungkin sebelumnya dimarahi oleh atasannya dan masih menghadapi atasanya kemudian sore di kantor.
Ada juga membanding-bandingkan apa yang dimlikinya dari segi materi dan secara tidak langsung menyindir orang lain yang dianggapnya tidak memiliki apa-apa. Contohnya kebun kelapa sawit, padahal yang dimiliki hanya 3-4 ha. Padahal tidak semua orang hobby atau bakat memiliki kelapa sawit. Masih banyak investasi yang juga menguntungkan, kan? Misalnya tanah atau ansuransi, ataupun ivestasi yang lain. Mempunyai pekerjaan itu juga investasi yang menghasilkan uang.
Nah, suami pulang kantor mulai ngomel deh soal keuangan. Yang membuat suami makin pusing dan akhirnya menimbulkan pertengakaran.
Seharusnya sudah sewajarnya perusahaan mengadakan kegiatan yang positif untuk ibu-ibu yang tinggal di kebun. Yang dapat memberikan penyuluhan kepada karyawan tentang kesehatan dan kebersihan.Kegiatan itu akan menambah wawasan dan ilmu bagi para ibu-ibu yang tinggal di kebun. Dan juga akan merubah pola pikir, sehingga ibu-ibu bisa ngerumpi dengan sehat. Atau ada pendapat lain?

Kehidupan di perkebunan membuat manja

Hidup di suatu perkebunan banyak suka dukanya. Aku ingin menceritakan tentang kenyamanan hidup di perkebunan. Pertama kita disediakan rumah dinas yang sederhana, dibandingkan perkebunan lain. Tidak perlu bayar sewa rumah, tidak perlu bayar listrik dan air. Juga disediakan perabot lengkap, walaupun sudah 15 tahun tidak diganti. Kalau ada bola lampu yang rusak, tinggal lapor ke kantor, tidak berapa lama kemudian datang seorang karyawan membawa bola lampu dan memasangnya. Kalau ada pintu yang rusak, juga tinggal lapor.
Kalau kehabisan uang kontan, ada koperasi dimana kita bisa menngutang beras, minyak dsb. Kalau perlu uang, ada koperasi simpan pinjam. Kalau perlu mendadak,bisa pinjam di kantor. Kalau mau ke kota, ada disediakan transportasi mini bus. Kalau mau karaoke, ada ruang khusus untuk karaoke.
Itu semuanya menyenangkan dan membuat kita terlena. Maka ketika harus tinggal di luar kebun, kita akhirnya menyadari bahwa kita tidak punya apa-apa! Selama sekian tahun ternyata kita telah dimanjakan oleh perusahaan. Fasilitas banyak sehingga gaji terasa besar. Setelah tinggal di luar kebun, ternyata gaji itu tidak seberapa. Kalau kita bandingkan dengan guru SMA, secara finansial kita satu level dengan mereka. Padahal namannya posisi staff di perkebunan.
Di luar kebun, kita harus menghadapi kenyataan bahwa kita harus membayar sewa rumah, air dan listrik dan perabotan. Kita seharusnya layak membeli itu semua dari penghasilan kita. Kenyataannya tidak, karena kita sering harus meminjam uang ke saudara untuk memenuhi keperluan itu dengan janji akan dikembalikan pada saat bonus di akhir tahun. Selanjutnya, bonus itu hampr habis untuk membayar pinjaman. Berarti tidak dapat bonus dong .....Inilah gambaran secara umum tentang hidup di perkebunan.
Bagaimana menurut Anda suatu perusahaan perkebunan memenuhi kesejahteraan karyawannya?

Sunday, February 1, 2009

Bencana membawa berkat


Pada hari Rabu, tgl 28 Januari 2009, adalah hari yang mengejutkan bagi kami. Pada siang hari suamiku menelepon dan bertanya apakah aku siap menerima berita baru. Aku bilang siap. Karena aku tahu pasti bahwa ini menyangkut pekerjaannya dan kalau soal ini tidak ada lagi yang bisa membuatku terkejut. Soalnya, selama 1,5 tahun terakhir ini, kami sudah sangat sering mendapat "kejutan" dari perusahaan. Kejutan itu selalu berupa : jantung berdebar-debar, hati tak tenang, pikiran buntu, pesimis,merasa tak berharga dan tidak ada gairah kerja. Ketika suamiku mengatakan bahwa dia akan dimutasi ke kantor pusat Jakarta, aku melompat-lompat kegirangan. Wah, kali ini kejutannya beda ya? Aku langsung bilang ke suamiku bahwa aku mau ikut pindah ke Jakarta. Suamiku bilang dia dapat SK mutasi dengan alasan "arealnya kotor" plus bonus peringatan terakhir. Padahal peringatan pertama dan kedua tidak pernah dia terima. Memang sangat mengecewakan. SK itu seperti suatu stempel yang mengatakan : hey lihat, aku ini nggak becus kerja! Rumah aja bisa kotor, apalagi areal kebun.
Tetapi semakin sering kami membicarakan mutasi ini, kami semakin senang. Suamiku bilang sudah bosan tinggal di kebun, kurang informasi dan wawasan tidak bertambah. Suamiku semakin bersemangat karena Sabtu nggak kerja, jadi setiap Sabtu dia mau full untuk bisnis. Dan yang paling indah, dia bisa melayani Tuhan di gereja. Itu kerinduannya sejak lama, ingin aktiv melayani di gereja. Tetapi sejak di kebun Sumatra Selatan dia sama sekali tidak bisa melayani. Dan bonusnya adalah, kami bisa bersatu lagi, dan tidak terpisah. Jadi 3 hal positif yang bisa didapatnya dengan mutasi ini : bisnis, melayani Tuhan dan kumpul dengan keluarga. Kami yakin dan percaya ini semuanya rencana Tuhan. Dan rencana Tuhan itu selalu indah.
Sejak kabar mutasi ini merebak, berbagai macam tanggapan yang kami dapat, dari rekan-rekan kerja, teman-teman dan saudara-saudara. Ada yang malah membuat kami patah semangat dengan mengatakan hal-hal yang tidak enak yang akan kami dapatkan di kantor pusat Jakarta! Sabar .....sabar ....Ada yang emosi dan mengatakan harus kami tempuh jalur hukum sambil menceritakan kasus-kasus yang lebih berat yang dapat dimenangkan .....aduh tidaklah, kami juga belum tahu hak-hak apa yang kami dapatkan nanti dari perusahaan .....ada juga yang bertanya-tanya tapi nadanya seperti tidak senang .....cemburu kali dan mungkin mereka yang berharap bisa tinggal di Jakarta .....ada juga yang mengatakan dengan nada mengasihani : sabar ya ....ini semua rencana Tuhan .....memangnya kami kenapa, kami bahkan sukacita mau pindah ke Jakarta ....dan paling banyak memberikan dukungan ....nah ini yang kami paling suka. Ada yang bahkan mengucapkan selamat ...heheheh .....banyak yang mengatakan : bu, pasti berhasil di Jakarta, soalnya ibu kan lincah, nggak bisa diam, kutu loncat dan dan dan ....itu semua membuat kami bersemangat. Kata-kata yang positif membuat kami semakin bergairah.
Kini, rasa sukacita mematikan rasa kecewa. Karena suka cita kami terlalu besar. Setiap hari aku dan suamiku bertelepon, kami membahas ide-ide baru, mematangkan rencana-rencana, dan semakin lama kami semakin tidak sabar untuk tinggal di Jakarta. Karena sungguh banyak peluang bisnis yang mau kami coba jalankan nanti. Kami berharap, rencana-rencana kami adalah juga rencana Tuhan.
Kami tidak mempermasalahkan mutasi itu lagi. Malah kalau boleh kami berkata : terimakasih Tuhan untuk mutasi itu. Terimakasih perusahaan ....
Kami belum tahu bagaimana ke depannya nanti. Apa jabatan suamiku di Jakarta nanti kami belum tahu. Apa yang akan diperolehnya nanti kami juga belum tahu.Mungkin dia akan dijatuhkan sampai titik terendah. Semuanya kami serahkan pada Tuhan Yesus. Dia yang tahu apa yang terbaik bagi kami. Pada awalnya pasti kami akan merasakan hal-hal berat, tetapi itu adalah jalan untuk menadapatkan berkat yang lebih besar. Sekarang, apakah kami akan tahan uji?